Kisah Nabi Hud ‘Alaihissalaam dan kaum ‘Aad yang dihancurkan oleh ALLAH






Sekilas Mengenai Nabi Hud ‘Alaihissalam dan Kaum ‘Aad

Beliau bernama Hud bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh ‘Alaihissalam. Dikatakan juga bahwa beliau adalah Abir bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Atau ada juga yang menyebut beliau dengan Hud bin ‘Abdullah bin Rabbah bin Al-Jarud bin ‘Aad bin Aus bin Irm bin Sam bin Nuh. Demikianlah yang disebutkan oleh Ibnu Jarir. [Tarikh Ath-Thabari 1/133].

Kaum ‘Aad merupakan bangsa Arab yang menempati Al-Ahqaf yaitu bukit-bukit pasir. Tempat itu terletak di Yaman dari Amman dan Hadhramaut di sebuah tempat yang dekat dengan laut, disebut juga Asy-Syahr. Nama lembahnya adalah Mughits, kaum ‘Aad lebih banyak tinggal di perkemahan yang memiliki pasak tiang-tiang yang besar dan tinggi sebagaimana firman Allah Ta’ala :

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. [QS Al-Fajr : 6-7]

Maksudnya adalah kaum ‘Aad Iram. Kaum ini adalah kaum ‘Aad yang pertama, sedangkan kaum ‘Aad yang kedua maka mereka adalah yang terakhir. Kaum ‘Aad hidup berkelompok-kelompok seperti qabilah dan mereka mempunyai keahlian membangun bangunan yang tinggi-tinggi seperti baru saja disebutkan dalam firman Allah Ta’ala. Sebagian ulama dan ahli sejarah mengatakan Nabi Hud ‘Alaihissalam adalah orang pertama yang berbicara dengan bahasa Arab. Wahb bin Munabbih menyebutkan bahwa ayahnya Nabi Hud yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab. Sebagian mereka berkata bahwa Nuh-lah yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab, sementara yang lainnya berkata bahwa ia adalah Adam. Allahu a’lam.

Diriwayatkan bahwa bangsa Arab sebelum Isma’il adalah bangsa Arab Aribah, mereka merupakan suatu kabilah yang banyak, diantara mereka adalah ‘Aad, Tsamud, Jurhum, Thasm, Jadis, Umaim, Madyan, Imlaq, Abil, Jasim, Qaththan dan lainnya. Dalam Shahih Ibnu Hibban, diriwayatkan dari sahabat Abu Dzar -radhiyallahu ‘anhu- dalam sebuah hadits yang panjang setelah menyebutkan kisah para Nabi dan Rasul, Rasulullah bersabda, “…Dari mereka terdapat 4 orang Arab yaitu Hud, Shalih, Syu’aib dan Nabimu wahai Abu Dzar.” [Shahih Ibnu Hibban (361)].

Nabi Hud ‘Alaihissalam Diutus Allah kepada Kaum ‘Aad

Kaum ‘Aad adalah kaum yang durhaka kepada Allah Ta’ala dengan menjadi kaum yang pertama kali menyembah berhala setelah peristiwa banjir besar dan luluh lantaknya umat manusia yang kafir. Berhala mereka ada tiga yaitu Shad, Shamuda, Hara. Oleh karena itu, Allah Ta’ala utus saudara mereka, Hud ‘Alaihissalam untuk mengembalikan mereka kepada aqidah tauhid yang bersih dari syirik. Allah Ta’ala berfirman :

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” [QS Al-A’raaf : 65].

Mereka adalah bangsa Arab yang keras tabiat, kafir, angkuh dan menyembah berhala. Kemudian Nabi Hud menyeru mereka untuk kembali ke jalan Allah Azza wa Jalla, mengesakanNya dengan melaksanakan ibadah secara ikhlas kepadaNya, namun mereka mendustakan beliau, menentangnya dan mengejeknya. Allah Ta’ala berfirman :

قَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. [QS Al-A’raaf : 66]. Maksudnya adalah perkara yang beliau serukan kepada kaumnya untuk diikuti adalah sebuah kedustaan terhadap kegiatan penyembahan berhala yang telah berlangsung ini yang mana kaum yang durhaka tersebut mengharapkan kemenangan, rizki hanya dari berhala-berhala tersebut.

Nabi Hud berkata, seperti difirmankan Allah Ta’ala :

قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ

Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanah Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu”. [QS Al-A’raaf : 67-68]. Maksudnya adalah perkara ini bukan kedustaan seperti yang dikira kaumnya beliau. Nabi Hud telah berusaha menyampaikan dengan bahasa yang lugas, fasih dan sederhana. Ini merupakan berkah dan nasehat bagi kaumnya dan kasih sayang beliau kepada mereka serta beliau sangat ingin kaumnya menuju jalan hidayah. Beliau tidak pernah meminta upah atau balasan tetapi beliau melaksanakan dakwahnya dengan penuh keikhlasan demi mencari ridha Allah.

Kaum ‘Aad berkata kepada Nabi Hud :

قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ مِن دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لاَ تُنظِرُونِ

Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud menjawab, “Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.” [QS Hud : 53-55]

Ini merupakan tantangan balik dari Nabi Hud untuk kaumnya dan pernyataan bara’ (berlepas diri) dari sesembahan mereka, dan menjelaskan kepada kaumnya bahwa sesembahan mereka tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat, mereka adalah benda-benda mati yang tak berdaya apa-apa.

Dan Nabi Hud berkata, seperti dalam firman Allah :

إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” [QS Hud : 56]

Ini adalah bukti yang kuat bahwa Nabi Hud adalah hamba dan utusan Allah yang diutus untuk menyampaikan kalimat haq, namun kaumnya tetap dalam kebodohan dan kesesatan, mereka tidak mau mengakui Allah sebagai Tuhan mereka sekeras apapun usaha Nabiyullah Hud Alaihissalam untuk menyadarkan mereka.

Kaum ‘Aad Meminta Disegerakan Adzab

Akhirnya apa yang terjadi pada kaum Nuh pun berulang pada kaum ‘Aad, mereka meminta disegerakan adzab karena mereka mendustakan bahwa Nabi Hud adalah utusan Allah, mereka tidak mempercayai bahwa adzab itu adalah haq karena mereka tidak beriman kepada Allah. Mereka menyangka Nabi Hud adalah seorang pendusta padahal sebaliknya, merekalah yang pendusta. Mereka berkata, seperti difirmankan Allah :

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. [QS Al-Araaf : 70]

Mereka juga berkata :

قَالُوا سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَوَعَظْتَ أَمْ لَمْ تَكُنْ مِنَ الْوَاعِظِينَ إِنْ هَذَا إِلا خُلُقُ الأوَّلِينَ وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ

Mereka menjawab: “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan di “azab”. [QS Asy-Syu’ara : 136-138]

Nabi Hud sedih mendengar perkataan kaumnya yang bodoh. Nabi Hud berdo’a kepada Allah :

قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي بِمَا كَذَّبُونِ قَالَ عَمَّا قَلِيلٍ لَيُصْبِحُنَّ نَادِمِينَ فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ فَجَعَلْنَاهُمْ غُثَاءً فَبُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.” Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang lalim itu. [QS Al-Mu’minuun : 39-41]

Ibnu Katsir berkata, Para ahli tafsir menyebutkan bahwa ketika kaum ‘Aad meminta disegerakan adzab, Allah Ta’ala memulai dengan menahan hujan selama 3 tahun, kemudian mereka meminta jalan keluar kepada Allah di Bait dan Haram mereka yang mana tempat itu terkenal di kalangan penduduk zaman itu. Di dalamnya terdapat bangsa Amaliq keturunan dari Imlaq bin Lawadz bin Sam bin Nuh, pemimpin mereka kala itu adalah Mu’awiyyah bin Bakr, ibunya berasal dari kaum ‘Aad, namanya Jalhadah binti Al-Khaibari. Kaum ‘Aad mengutus delegasi berjumlah sekitar 70 orang untuk mengambil air. Kemudian mereka melewati Mu’awiyyah di daerah Makkah, lalu mereka singgah selama sebulan di tempatnya untuk meminum khamr dan memberikannya pada Mu’awiyyah.

Setelah selesai mengunjungi Mu’awiyyah, maka mereka segera beranjak ke Al-Haram dan berdoa untuk kaumnya. Kemudian salah seorang pemuka agama yang bernama Qail bin Anaz berdo’a untuk mereka. Maka Allah mengirimkan 3 awan yaitu putih, merah, hitam kemudian mereka diseru dari langit, “Pilihlah untukmu dan kaummu dari awan ini. Qail menjawab, “Aku memilih yang berwarna hitam.” Qail menyangka bahwa awan hitam adalah awan yang membawa hujan untuk mereka.

Kemudian Allah mengirimkan awan hitam yang telah dipilih Qail kepada kaum ‘Aad, hingga awan itu keluar di sebuah lembah yang dinamakan Al-Mughits. Penduduk kaum ‘Aad melihatnya dan mereka bergembira ria, mereka berkata, “Inilah hujan untuk kami!”. Allah Taala berfirman :

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ

Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. [QS Al-Ahqaf : 24-25]

Orang pertama dari kaum ‘Aad yang melihat kalau awan itu adalah angin yang menghancurkan adalah seorang wanita bernama Mahd. Ketika dia melihatnya, dia pun berteriak dan jatuh pingsan. Ketika siuman, kaumnya bertanya padanya, “Apa yang kau lihat wahai Mahd?” Dia menjawab, “Aku melihat awan hitam bagai meteor dari neraka, di depannya ada seorang lelaki yang menuntunnya!”

Lalu Allah Ta’ala menggerakkan awan hitam tersebut 7 hari berturut-turut mengepung mereka. Tidak ada seorangpun yang dibiarkan hidup di dalam desa kaum ‘Aad, sementara Nabiyullah Hud ‘Alaihissalam dan orang-orang yang telah beriman terlebih dahulu sudah pergi dari kaumnya, mengasingkan diri dan menghindar dari adzab dan siksa Allah yang pedih.

Kisah serupa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya [no. 15524 dengan sanad hasan] dari hadits Al-Harits bin Yazid Al-Bakri mengenai seorang wanita tua dari Bani Tamim.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas serta lebih dari satu imam para tabi’in berkata, Angin tersebut dingin dan sangat kencang. [Jami’ul Bayan Ath-Thabari 24/102]

Firman Allah Ta’ala :

وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ

Adapun kaum Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). [QS Al-Haqqah : 6-7].

Allah menyerupakan kaum itu dengan tunggul pohon kurma yang tidak memiliki kepala karena angin waktu itu mendatangi mereka dan mengangkat mereka ke atas dengan kencangnya lalu memutar kepala-kepala mereka hingga putus dan yang tersisa hanya jasad tanpa kepala. Beberapa dari mereka ada yang mengungsi ke gua-gua dan gunung-gunung karena rumah-rumah mereka telah hancur. Kemudian Allah mengutus angin Al-Aqim, yaitu angin panas yang disertai nyala api di belakangnya. Kaum ‘Aad yang tersisa menyangka angin inilah yang akan menyelamatkan mereka. Padahal angin ini justru mengumpulkan mereka semua dalam pusaran hawa dingin dan panas yang sangat membinasakan. Inilah adzab angin terdahsyat dalam sejarah yang pernah terjadi di muka bumi disertai dengan teriakan-teriakan yang amat memilukan dari kaum ‘Aad. Inilah adzab yang mereka meminta-minta untuk disegerakan kedatangannya. Na’udzubillahi min dzaalik.

Riwayat menyebutkan bahwa Nabi Hud dimakamkan di negeri Yaman, ini dari riwayat ‘Ali bin Abi Thalib. Riwayat lain menyebutkan kuburannya berada di Damaskus, di masjidnya terdapat tempat yang banyak dikira orang-orang bahwa itu merupakan makam Nabi Hud ‘Alahissalam. Allahu a’lamu bishawab.


Sumber : Al-Bidayah wa An-Nihayah







loading...

0 Response to "Kisah Nabi Hud ‘Alaihissalaam dan kaum ‘Aad yang dihancurkan oleh ALLAH"

Post a Comment