Assalamu ’alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya
mengenai pernikahan yang dilaksanakan dengan mempelai wanita sudah dalam
keadaan hamil, sedangkan hal tersebut ditutupi pihak keluarga (tidak jujur)
terhadap sang naib.
Apakah pernikahan tersebut sah sedangkan ada unsur
kebohongan di dalamnya? Apabila tidak sah, apakah dosa bagi sang naib yang
telah menyatukan mereka dalam kubangan zina? Kemudian apakah perlu diadakan
ijab-qabul ulang setelah sang bayi lahir?
Jawapan
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT.
Dalam kesempatan ini kami mencoba menjawab pertanyaan di atas. Kami akan
memulai dengan kebohongan. Kalau informasi yang ditutup-tutupi hanya soal
status kehamilan, ini tidak masalah dalam perkawinan. Karena kebohongannya
tidak berkaitan dengan akad pernikahan.
Lain halnya bila pihak keluarga menyembunyikan status iddah
atau status perkawinan calon mempelai wanita. Karena perkawinan perempunan yang
tengah mengalami masa iddah atau masih dalam status perkawinan dengan
seseorang-menurut agama-tidak sah. Hal ini disinggung oleh Imam Al-Ghazali
sebagai berikut.
الركن الثاني المحل وهي
المرأة الخلية من الموانع
مثل أن تكون منكوحة
الغير أو مرتدة أو
معتدة أو مجوسية أو
زنديقة أو كتابية بعد
المبعث أو رقيقة والناكح
قادر على حرة أو
مملوكة الناكح بعضها أو
كلها أو من المحارم
أو بعد الأربعة أو
تحته من لا يجمع
بينهما أو مطلقة ثلاثا
ولم يطأها زوج آخر
أو ملاعنة أو محرمة
بحج أو عمرة أو
ثيبا صغيرة أو يتيمة
أو زوجة رسول الله
صلى الله عليه وسلم
Artinya, “Rukun kedua nikah adalah calon istri. Ia adalah
perempuan yang terlepas dari larangan-larangan (untuk dinikahi) seperti (ia
bukan) (1) istri orang lain (2) murtad (3) dalam masa iddah (4) penganut Majusi
(5) zindiq (6) ahli kitab setelah Nabi Muhammad SAW diutus (7) budak milik
orang lain di mana calon suami mampu mengawini perempuan merdeka (8) budak
milik calon suami itu sendiri baik separuh atau sepenuhnya dalam kepemilikan
(9) salah satu dari mahram (10) calon istri kelima darinya (11) perempuan yang
tak lain saudara (kandung, susu, atau bibi) dari istri calon suami (yang ingin
poligami) di mana dilarang menghimpun dua perempuan bersaudara dalam satu
perkawinan (12) istri talak tiga yang belum dinikahi (harus dijimak) laki-laki
lain (13) istri yang dili’an (14) perempuan yang sedang ihram haji atau umrah
(15) janda di bawah umur (16) bocah perempuan status yatim (17) salah satu
istri Rasulullah SAW,” (Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Al-Wajiz fi Fiqhil
Imamis Syafi‘i, Beirut, Darul Arqam, tahun 1997 M/1418 H, juz II, halaman 10).
Adapun akad perkawinan itu sendiri sejauh syarat dan rukun
perkawinan terpenuhi sah sekalipun calon mempelai wanitanya dalam kondisi
hamil. Karena kehamilan bukanlah faktor yang menghalangi keabsahan akad nikah.
Hal ini dijelaskan oleh Syekh M Nawawi Al-Bantani sebagai berikut dalam
karyanya Qutul Habibil Gharib, Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib.
ولو نكح حاملا من
زنا، صح نكاحه قطعا،
وجاز له وطؤها قبل
وضعه على الأصح
Artinya, “Kalau seorang pria menikahi perempuan yang tengah
hamil karena zina, maka akad nikahnya secara qath’i sah. Menurut pendapat yang
lebih shahih, ia juga tetap boleh menyetubuhi istrinya selama masa kehamilan,”
(Lihat Syekh M Nawawi Al-Bantani, Qutul Habibil Gharib, Tausyih ala Fathil
Qaribil Mujib, Beirut, Darul Fikr).
Karena sudah sah, maka mereka tidak perlu mengulang kembali
akad perkawinan itu setelah janinnya terlahir. Sementara naib tidak bisa
dipersalahkan (dosa) karena ia telah bekerja sesuai prosedur, bahkan mendapat
pahala karena telah membantu dua hamba Allah memasuki pintu ridha-Nya.
Saran kami, orang tua perlu mengajak anak-anak mereka yang
telah beranjak dewasa untuk hadir dalam majelis taklim agar mengerti mana halal
dan haram. Di samping itu para orang tua juga perlu mengawasi pergaulan
anak-anaknya agar terhindar dari perzinaan, bahaya narkoba, dan keburukan
lainnya.
Demikian jawaban dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami
dengan baik. Kami terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
loading...
0 Response to "Hukum Perkawinan Perempuan dengan Kehamilan Ditutup-tutupi"
Post a Comment